Pages

Senin, 25 April 2011

Kepemimpinan Skak Mat ala Sasak!

Membaca komentar beberapa semeton soal peran para pemimpin terutama agama dalam perkara kebiasaan berkelahi orang Sasak, saya merasa perlu menambahkan serba sedikit tentang kepemimpinan ala Bangsa Sasak itu.

Para Tuan Guru yang sebenarnya adalah pemimpin spiritual seharusnya paling bertanggung jawab atas insiden demi insiden baik yang terkait perbedaan pegangan dan pemahaman ajaran agama ataupun karena persoalan persaingan politik dan ekonomi.

Para Tuan Guru adalah mahluk yang paling tidak tahu malu, karena berani memakai gelar pemberian orang-orang yang sebenarnya lebih pantas dikasihani dari pada dihargai.

Mereka yang memunculkan gelar itu adalah para penjilat yang mencari legalitas dari dukungan jamaah besar yang sebenarnya adalah warga polos yang ingin mencari pengetahuan agama pada para Tuan Guru itu.

Tuan Guru sejati telah mati, tinggalalah para manusia karbitan yang mengambil untung dari kepergian guru sejati itu. Rakyat diindoktrinasi begitu rupa agar mereka taat dan tunduk serta mengkultus individukan orang yang ditokohkan sebagai Tuan Guru. Rakyat dibawa kepada alam kemabukan agar rela melemparkan sepeser uang yang seharusnya dipakai membeli beras untuk makan anak-anak mereka. Setelah pulang pengajian, setahun dua tahun sepuluh tahun kehidupan tidak bertambah baik, bahkan anak cucu mereka mati busung lapar, tidak bersekolah dan menjadi pengangguran serta TKI ilegal.

Para Tuan Guru yang tak tahu malu itu, membangun gedung gedung besar bak menara babel, untuk semakin menam pengaruh pada masyarakat luas. Masing masing kubu memperbesar pengaruh politik dan ekonomi. Mereka senantiasa menanti tepuk riuh pendukungnya yang seperti pemabuk, hanya senyum dan terawa tetapi menangis sampai di rumah. Jamaahnya muncul menjadi fanatik buta dan berjihad atas nama kelompok yang sesungguhnya jauh panggang dari api, kalau dilihat dari cita-cita Islam yang Rahmatn lilalamin.

Apa yang telah diajarkan dan terus diajarkan tak lain adalah agar masyarakat mendukung mereka untuk memperbesar diri. Apa yang diberikan pada masyarakat yang menyokong menara babel, tidak ada sama sekali. Buktinya penyakit busung lapar, TBC meraja lela bersama penyakit-penyakit yang hanya bisa terjangkit pada masyarakat terbelakang, belum lagi penyakit masyarakat yang mencerminkan bobroknya moral. Aborsi, cerai karena kawin, ayah menghamili anak, tidak membuat para Tuan Guru malu dan berhenti bercokol pada singgasana kekuasaan dengan jubah kebesaran peninggalan kakek-kakeknya yang memang terlalu besar untuk otaknya yang kerdil dan bermahkota dukungan fanatik buta dari jamaah  yang disihir setiap hari. Para Tuan guru tak pernah kena panas terik, dingin malam, kehausan seperti amak kangkung dan loq sekeq yang mengorbankan apa saja. Mereka tidak mau tahu kalau mobil yang dipakai adalah uang makan anak-anak kecil yang sekarang terbengkalai menderita TBC dan Gizi buruk.

Kita tak dapat memaki pemerintah yang memang korup, kita seharusnya menurunkan mereka , dan hanya kebodohan yang membuat pemerintah terus berkuasa. Tetapi para Tuan guru yang seharusnya dapat menyikat penguasa politik itu malah tidak berbuat apa- apa dan malah mendukung mereka. Belum pernah ada tuan guru datang menenangkan pendemo di kantor bupati, entah karena merasa sesama pemeras rakyat, sehingga tak ada yang boleh saling ganggu urusan.

Para pemimpin Sasak adalah raja diraja ego, yang berciri pemimpin ala pemain catur yang bekerja keras membunuh saingan kalau perlu skak mat seketika. Maka timbullah Tuan Guru kecil-kecil di sembarang tempat dan waktu. Masing-masing bukan membuat sholeh, pintar dan meninggikan akhlak jamaah, tetapi memperbesar pundi-pundi mereka dan memperluas gedung dan meninggikan menara babelnya. Pemimpin formal setali tiga uang, mana ada yang bermental pemain sepak bola yang mengandalkan permainan cantik tim? Masing masing sibuk mengkorup apa saja yang bisa dikorup. Tak ada uang alat kantor digondol, tanah desa digadai. Atau mark-up anggaran sampai meledak dan mencekik kehidupan rakyat. Pemimpin ala burung kuwak kaok yang mencakar sesamanya adalah setan yang berwujud manusia.

Rakyat seharusnya mulai mandiri dan mengaji dimanapun yang penting mengaji sungguh-sungguh. Rakyat harusnya sudah merdeka dari segala penderitaan dan ketertindasan dari bangsa sendiri. Rakyat hendaknya merdeka dengan kemerdekaan sebenarnya. Bebas di dalam menggunakan hak politik, lepas dari kelaparan, merdeka dalam berbudaya dan pendidikan yang Islami dan bersahaja. Rakyat harus membangun sekolahnya sendiri dan menjadikan apa saja demi kemakmuran orang banyak. Bukan memakmurkan seglintir orang yang kemudian membangun menara babel di atas derita kaum papa.

Awas! Orang yang lapar adalah orang yang mudah marah! Orang yang mudah marah gampang mengamuk! Dan kalau sudah mengamuk semua akan hancur! Bangsa Sasak sedang menuju kehancurannya! Tak akan ada Tuan Guru yang dapat menghentikan itu…

Orang Sasak adalah orang yang polos, jujur, pacu, patuh dan patut dalam kehidupannya. Jangan sampai ada sekelompok kecil orang memutar-mutar mereka sampai pusing dan mabuk. Lalu dirampas hartanya dengnan taktiksukarela. Bangsa Sasak Merdeka!.

Merdekalah Bangsa Sasak!.
Merdekalah Bangsa Sasak!.
Merdekalah Bangsa Sasak!.
Merdekalah saudaraku yang kucintai…

Demikian dan maaf,
Wallaohualam bissawab,
Yang ikhlas
Hazairin R. JUNEP

dipungut dari http://sasak.org/2008/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar