Pages

Senin, 11 April 2011

Selayang Pandang Etnografi Lombok

Etnik Sasak merupakan penduduk asli dan kelompok etnik mayoritas, mereka meliputi lebih dari 92% dari keseluruhan penduduk Pulau Lombok. Kelompok-kelompok etnik seperti Bali, Samawa, Arab, Cina, Timor dan lain-lain adalah pendatang, dan di antara mereka orang-orang Bali merupakan kelompok etnik terbesar, meliputi sekitar 3% dari keseluruhan penduduk Pulau Lombok. Jumlah kedua terbesar dari kelompok pendatang itu adalah orang-orang dari etnik Samawa dari pulau Sumbawa bagian barat. Sebagian besar orang Bali terutama bermukim di Lombok Barat dan Kota Mataram, dan ada juga sedikit bertempat tinggal di Lombok Tengah. Etnik Bali yang tinggal di Lombok adalah keturunan dari para penakluk yang datang dari Karangasem pada abad ke-17 lalu. Jumlah orang-orang Bali di Pulau Lombok tidak lebih dari 70.000 jiwa, sekitar 53.842 orang tinggal di Kota Mataram. Orang-orang Samawa bermukim di Lombok Timur. Orang-orang Arab hampir terkonsentrasi tinggal di Ampenan di wilayah permukiman khusus yang disebut Kampung Arab, sedangkan orang Tionghoa atau Cina yang mayoritas pedagang tinggal di pusat-pusat perdagangan dan pasar, seperti di Cakranegara, Ampenan dan Praya. Orang-orang Bugis yang jumlahnya cukup banyak dan merupakan migran yang cukup lama tinggal di Lombok, umumnya mereka hidup sebagai nelayan dan tinggal di hampir sepanjang pesisir pantai Pulau Lombok, mulai dari pantai Sekotong, Gili Gede, Kampung Bugis, dan Pondokperasi, Ampenan, sepanjang pantai Pemenang, Tanjung, hingga Labuhan Carik (Kabupaten Lombok Barat), Tanjung Luar, Labuhan Lombok, Labuhan Haji (Kabupaten Lombok Timur). Selain itu mereka juga banyak mendiami pulau-pulau kecil di sekitar pulau Lombok seperti Gili Terawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Sedangkan komunitas Jawa sejak zaman Belanda dan pasca kemerdekaan menempati permukiman khusus Kampung Jawa yang terdapat di Mataram, Cakranegara, dan Praya serta Selong. Ampenan, selain permukiman khusus orang Arab, terdapat pula Kampung Banjar, Kampung Melayu, Kampung Bugis. Selain itu pemukiman pemeluk Nasrani umumnya berasal dari keturunan Timor, disebut Kampung Kapitan. Masing-masing komunitas dengan kampung khusus itu dikepalai oleh tetua masyarakatnya yang disebut Kapitan. Mengenai sejarah atau asal-usul etnik Sasak, masih menjadi perbincangan di antara para ahli sejarah, sebab sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian yang seksama mengenai hal tersebut. Namun berangkat dari bukti-bukti etnografis yang sederhana dapat dikatakan bahwa, etnik Sasak adalah bagian dari keturunan Etnik Jawa yang menyeberang ke Pulau Bali kemudian ke Pulau Lombok, dan diperkirakan mulai sejak zaman Kerajaan Daha, Keling (Kalingga), Singosari sampai pada zaman Kerajaan Mataram Hindu pada abad ke 5-6 Masehi. Lebih-lebih setelah hampir runtuhnya Kerajaan Majapahit di penghujung abad ke-15 atau tepatnya sekitar tahun 1518–1521 di saat memasuki era Islamisasi, penyeberangan migran Jawa ke Lombok semakin meningkat. Duplikasi nama-nama tempat maupun nama-nama orang antara Jawa dan Lombok dapat menjadi bukti akan hal ini, seperti Kediri, Kuripan, Keling, Jenggala, Pajang Mataram, Gresik, Surabaya, Medang, Menggala, Wanasaba, Suralaga, Pringgabaya, Kutaraja, Suranadi, Sukaraja, Kutara, Peneraga, dan lain-lain. Juga, dalam hal penamaan orang terlihat dengan jelas pengaruh dari nama-nama Jawa, seperti Raden Wiracempaka, Mamiq Diguna, Loq Swarna, Baiq Diah Purwanti, La Sumirah, Setiawati, dan lain-lain. Hal itu juga terlihat pada hal-hal yang berkaitan dengan bahasa, kesenian rakyat, tata nilai, adat istiadat, yang relatif memiliki kesamaan, dan dipengaruhi oleh budaya Jawa. Duplikasi tulisan huruf Jawa yang kemudian popular disebut Jejawen/Jejawan dalam huruf Sasaka dengan bahasa Kawi menjadi tulisan yang digunakan dalam kitab-kitab lontar Sasak yang disebut takepan. Adapun bukti tertulis yang menandai bahwa Etnik Sasak mempunyai hubungan dengan Etnik Bali adalah penemuan nekara perunggu yang bertuliskan “Sasak dana prihan srih Jawa nira” (benda ini pemberian orang-orang Sasak). Kerangka perunggu itu berangka tahun 1077 Masehi, bertuliskan huruf kuadrat. Nekara itu ditemukan di Desa Pujungan Tabanan Bali. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian arkeologi atau hasil ekskavasi di Gunung Piring, Desa Teruwai, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah bagian selatan pada tahun 1976, menunjukkan sekitar 1600-1800 tahun yang lalu, Pulau Lombok telah dihuni orang. Penduduk di kala itu mempunyai kebudayaan yang sama dengan penduduk yang mendiami Gilimanuk Bali dan Pulau Pallawan di Piliphina. Pada abad ke 5-6 M, migran-migran Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga, Daha, Singosari, berdatangan ke Lombok dengan membawa paham agama Shiwa-Budha. Menyusul setelah itu, kerajaan Hindu Majapahit, Hindu dari Jawa Timur masuk ke Lombok pada abad ke-7 dan memperkenalkan agama Hindu-Budha di kalangan orang Sasak. Pengaruh migran yang membawa agama Shiwa-Budha maupun Hindu-Budha tidaklah signifikan karena setelah dinasti Majapahit jatuh pada abad ke-13 raja Jawa muslim, untuk pertama kalinya membawa agama Islam masuk melalui Gowa Sulawesi dan tiba di Lombok dari arah timur laut. Disusul kemudian oleh orang-orang Makasar (Bugis) dari kerajaan Gowa tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasai kerajaan asli Etnik Sasak yakni Selaparang. Pada saat yang bersamaan Kerajaan Gelgel dari Bali berusaha melakukan infiltrasi ke Lombok Barat untuk menguasai Lombok atau kerajaan Selaparang, sekaligus membendung gerak maju kekuasaan dari raja Gowa yang membawa misi Islam Sunni. Selain konversi orang Sasak Boda ke dalam Islam, secara khusus dapat dilihat bahwa dua kerajaan terakhir inilah yang memengaruhi secara dominan sosial budaya masyarakat Sasak hingga saat ini. Namun secara umum sosial budaya masyarakat Sasak dipengaruhi oleh semua kebudayaan migran yang datang ke Lombok, atau dengan kata lain, kekuatan asing yang menaklukkan Lombok selama berabad-abad sangat menentukan cara orang Sasak menyerap pengaruh-pengaruh luar. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa sosial budaya masyarakat Sasak berkaitan dengan sistem budaya yang kompleks, yang termanifestasi ke dalam bahasa, adat istiadat, tata nilai, busana, sistem kepercayaan, beberapa tradisi dan kebiasaan, nama-nama orang dan tempat, tradisi kesenian, dan permainan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar